- Tinjauan Umum Bank Syariah
Sebelum membahas lebih jauh mengenai bank syariah, pada bagian ini akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai bank syariah secara umum. Bank Syariah adalah Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah. Hal utama yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional adalah adanya prinsip bagi hasil dibank syariah dan prinsip bunga pada bank konvensional.
- Pengertian Bank Syariah
Perbankan syariah dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic Banking atau juga disebut dengan interest-free banking. Peristilahan dengan menggunakan kata Islamic tidak dapat dilepaskan dari asal mula sistem perbankan syariah itu sendiri. Bank syariah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respon dari kelompok ekonom dan praktisi perbankan Muslim yang berupaya mengakomodasi desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip-prinsip syariah Islam. Utamanya adalah berkaitan dengan pelanggaran praktik kegiatan maisir (spekulasi), gharar (ketidak jelasan), dan riba
Sehubungan dengan hal tersebut, pengertian mengenai bank syariah menurut buku yang berjudul Apa dan Bagaimana Bank Islam menjelaskan bahwa
“Pengertian bank syariah dibedakan kedalam dua pengertian, yaitu bank Islam dan bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah (1) bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam; (2) bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits; Sementara bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata cara bermuamalat itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan”.
(Perwataatmadja dan Antonio, 1992: 1-2)
Hal senada juga terdapat dalam buku yang berjudul Asas-asas Perbankan di Indonesia dan Lembaga Terkait (BMUI & Takaful) di Indonesia yang mengatakan bahwa
“Bank Islam berarti bank yang tata cara beroperasinya didasarkan pada tata cara bermuamalah secara Islam, yakni dengan mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Di dalam operasionalisasinya bank Islam harus mengikuti dan atau berpedoman kepada praktik-praktik usaha yang dilakukan di zaman Rasululloh, bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh Rasululloh atau bentuk-bentuk usaha baru sebagai hasil ijtihad para ulama atau cendekiawan muslim yang tidak menyimpang dari ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits”.
(Warkum Sumitro, 1996: 5-6)
Dalam buku lain yang berjudul Manajemen Perbankan Syariah, pengertian bank syariah adalah
“Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan bank tanpa bunga adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW”.
(Muhamad, 2002: 13)
Dari beberapa pengertian bank Islam yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan bank Islam atau bank syariah adalah badan usaha yang fungsinya sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan penyalur dana kepada masyarakat, yang sistem dan mekanisme kegiatan usahanya berdasarkan hukum Islam sebagaimana yang diatur didalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Bank Islam diperkenankan untuk mengeluarkan produk, jasa dan kegiatan usaha perbankan yang baru, dimana sebelumnya belum ada atau tidak dikenal pada zaman Rasululloh, asalkan hal itu tidak bertentangan atau selaras dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Pada bank Islam umumnya dibentuk suatu lembaga pengawas yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk memastikan kesesuaian antara produk, jasa, dan kegiatan usaha bank Islam tersebut, agar tidak berlawanan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Lembaga pengawas inilah yang akan memberikan fatwa kepada bank yang bersangkutan.
- Dasar Hukum Bank Syariah di Indonesia
Bank syariah di Indonesia mendapatkan pijakan yang kokoh setelah adanya deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Hal ini karena sejak saat itu diberikan keleluasaan penentuan tingkat suku bunga, termasuk nol persen (peniadaan bunga sekaligus). Walaupun demikian kesempatan ini belum termanfaatkan karena tidak diperkenankannya pembukaan kantor bank baru. Hal ini berlangsung sampai tahun 1988 dimana pemerintah mengeluarkan Pakto 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank baru. Kemudian posisi perbankan syariah semakin pasti setelah disyahkannya Undang-Undang Perbankan No.7 tahun 1992 dimana bank diberikan kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari nasabahnya baik bunga ataupun keuntungan bagi hasil.
Dengan terbitnya PP No. 72 tahun 1992 tentang bank bagi hasil yang secara tegas memberikan batasan bahwa bank bagi hasil tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (bunga) sebaliknya pula bank yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil, maka jalan bagi operasional perbankkan syariah semakin luas. Kini titik kulminasi telah tercapai dengan disyahkannya Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perbankan yang membuka kesempatan bagi siapa saja yang akan mendirikan bank syariah maupun yang ingin mengkonversi dari sistem konvensional menjadi sistem syariah.
Undang-Undang No. 10 tahun 1998 ini sekaligus menghapus pasal 6 pada PP No. 72/1992 yang melarang dual system bank. Dengan tegas pasal 6 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 membolehkan bank umum yang melakukan kegiatan secara konvensional dapat juga melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip syariah melalui:
- Pendirian kantor cabang atau dibawah kantor cabang baru, atau
- Pengubahan kantor cabang atau dibawah kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Walaupun demikian bank syariah yang berada di tanah air tetap harus tunduk kepada peraturan-peraturan dan persyaratan perbankan yang berlaku pada umumnya antara lain:
- Ketentuan perizinan dalam pengembangan usaha, seperti pembuakaan kantor cabang dan kegiatan devisa.
- Kewajiban pelaporan ke Bank Indonesia.
- Pengawasan internal.
- Pengawasan atas prestasi, permodalan, manajemen, rentabilitas, likuiditas dan faktor lainnya.
- Pengenaan sanksi atas pelanggaran.
Disamping ketentuan-ketentuan diatas bank syariah di Indonesia juga dibatasi oleh pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Hal yang terakhir ini memberikan implikasi bahwa setiap produk bank syariah mendapatkan persetujuan dari DPS terlebih dahulu sebelum diperkenalkan kepada masyarakat.
- Fungsi Bank Syariah
Bank syariah yang didasarkan atas pondasi ajaran moral Islam mempunyai fungsi yang lebih luas dibanding bank konvensional. Semua fungsi bank konvensional dapat diperankan oleh bank syariah, sebaliknya tidak semua fungsi bank syariah ada dalam bank konvensional. Secara garis besar fungsi bank syariah tersebut adalah sebagai berikut:
- Bertanggung jawab terhadap penyimpanan dana nasabah (shahib al-mal)
- Mengelola investasi
- Penyedia jasa transaksi keuangan
- Pengelola Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
- Prinsip-Prinsip Dasar Operasional Bank Syariah
Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari 5 (lima) konsep dasar akad. Bersumber dari kelima konsep inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keuangan bukan bank syariah untuk dioperasionalkan. Kelima konsep tersebut adalah:
- Prinsip Simpanan Murni (al-wadi’ah)
Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam bentuk al-wadi’ah. Fasilitas al-wadi’ah biasa diberikan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al-wadi’ah identik dengan giro.
- Bagi Hasil (syirkah)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan.
- Prinsip Jual Beli (at-tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin)
- Prinsip Sewa (al-ijarah)
Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni, seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating lease). Dalam teknis perbankan, bank dapat membeli dahulu equipment yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati kepada nasabah. (2) Bai al takjiri atau ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (finansial lease)
- Prinsip Jasa atau Fee (al-ajr walumullah)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain bank garansi, kliring, inkaso, jasa transfer, dan lain-lain. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada konsep al-ajr wal umulah.
- Produk Operasional Bank Syariah di Indonesia
Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tetapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
Secara garis besar, pengembangan produk bank syariah dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu:
- Produk penghimpunan dana
- Produk penyaluran dana
- Pelayanan jasa
2.1.5.1 Produk Penghimpunan Dana
Bank syariah dalam penghimpunan dana dari masyarakat menggunakan dua pendekatan yaitu:
- Titipan (al-wadiah/simpanan/depository) yang dalam aplikasinya digunakan pada giro syariah, atau tabungan.
- Investasi (mudharabah/trust investment) digunakan dalam produk tabungan syariah, deposito berjangka.
- Titipan (al-wadiah/simpanan/depository)
Dalam tradisi fiqih Islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan prinsip al-wadiah. Al-wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak kepada pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Secara umum terdapat 2 (dua) jenis Wadiah:
- Wadiah yad al-amanah, yaitu penerima titipan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan.
- Wadiah yad adh-dhamanah, yaitu penerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Pihak bank sebagai penerima titipan akan mendapatkan hasil dari penggunaan dana. Bank dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bonus.
- Investasi (mudharabah atau trust investment)
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shhahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Berdasarkan kewenangan, prinsip mudharabah dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu:
- Mudharabah Mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu: tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
- Mudharabah Muqayadah on Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted invesment) dimana pemilik dana dapat menetapkan syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank.
- Mudharabah Muqayadah off Balance Sheet
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara yang mempertemukan antara pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dalam pelaksanaan usahanya.
- Produk Penyaluran Dana
Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu:
- Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli
- Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa
- Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil
- Prinsip Jual Beli (Sale and Purchase)
Dalam pembiayaan dengan prinsip jual beli ini terbagi menjadi 3 (tiga) akad, yaitu:
- Pembiayaan Murabahah, adalah akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
- Pembiayaan Salam, yaitu akad pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sementara pembayaran dilakukan dimuka.
- Pembiayaan Istishna (jual beli berdasarkan pesanan), yaitu akad jual beli antara pembeli dan pembuat barang.
- Prinsip Sewa (Operational lease and Financial Lease), terdiri dari:
Prinsip sewa yang digunakan dalam pembiayaan dibagi menjadi dua, yaitu:
- Ijarah (sewa murni), ialah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri.
- Ijarah Muntahia Bittamlik (leasing), yaitu akad sewa menyewa yang diakhiri dengan pemindahan kepemilikan barang.
- Prinsip Bagi Hasil (profit-sharing)
Prinsip bagi hasil dalam pembiayaan syariah pada umumnya dapat dilakukan dalam 2 (dua) akad utama, yaitu:
- Pembiayaan Musyarakah, adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
- Pembiayaan Mudharabah, adalah akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.
- Akad Pelengkap
Akad pelengkap dikembangkan sebagai akad pelayanan jasa. Akad ini dioperasionalkan dengan pola sebagai berikut:
- Alih hutang-piutang (al-hiwalah), transaksi pengalihan hutang-piutang. Dalam praktik perbankan fasilitas hiwalah lazimnya digunakan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
- Gadai (rahn), untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria: (a) milik nasabah sendiri; (b) jelas ukuran, sifat dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai pasar; (c) dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
- Al-qardh (pinjaman kebaikan). Al-qardh digunakan untuk membantu keuangan nasabah secara cepat dan berjangka pendek. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah.
- Wakalah. Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti: transfer, dan sebagainya.
- Kafalah, bank garansi digunakan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank dapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.
- Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Perbedaan bank syariah dengan bank konvensional secara umum adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Bank Syariah | Bank Konvensional |
§ Melakukan investasi yang halal saja § Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, atau sewa § Profit dan falah oriented § Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan § Penghimpunan dan penyaluran dana harus sesuai dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah | § Investasi boleh apa saja § Memakai perangkat bunga § Profit oriented § Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan debitor-kreditor § Tidak terdapat dewan sejenis |
Perbedaan antara imbalan yang berdasarkan bunga dan berdasarkan bagi hasil, antara lain:
Tabel 2.2
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
BUNGA | BAGI HASIL |
§ Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung § Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan § Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi § Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan ekonomi sedang “booming” § Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh semua agama, termasuk agama Islam | § Penentuan besarnya rasio/nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi. § Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. § Bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. § Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. § Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil. |
- Keunggulan dan Kelemahan Bank Syariah
2.1.7.1 Keunggulan Bank Islam
- Kuatnya ikatan emosional keagamaan antara pemegang saham, pengelola bank, dan nasabahnya. Dari ikatan emosional inilah dapat dikembangkan kebersamaan dalam menghadapi risiko usaha dan membagi keuntungan secara jujur dan adil.
- Adanya keterikatan secara religi, maka semua pihak yang terlibat dalam bank Islam akan berusaha sebaik-baiknya sebagai pengamalan ajaran agamanya sehingga berapapun hasil yang diperoleh diyakini membawa berkah.
- Adanya fasilitas pembiayaan (al mudharabah dan al musyarakah) yang tidak membebani nasabah sejak awal dengan kewajiban membayar biaya tetap. Hal ini akan memberikan kelonggaran psikologi nasabah sehingga dapat berusaha secara tenang dan sungguh-sungguh.
- Dengan diterapkannya sistem bagi hasil sebagai pengganti bunga maka tidak ada diskriminasi terhadap nasabah yang didasarkan atas kemampuan ekonominya sehingga aksesibilitas bank Islam menjadi sangat luas.
- Dengan adanya sistem bagi hasil maka untuk menyimpan dana telah tersedia peringatan dini tentang keadaan banknya yang bisa diketahui sewaktu-waktu dari naik turunnya jumlah bagi hasil yang diterima.
- Adanya fasilitas pembiayaan pengadaan barang modal dan peralatan produksi (al murabahah dan al bai bitsaman ajil) yang lebih mengutamakan kelayakan usaha dari pada jaminan (colateral) sehingga siapapun baik pengusaha ataupun bukan, mempunyai kesempatan yang luas untuk berusaha.
- Cost push inflation yang ditimbulkan oleh perbankan sistem bunga dihapuskan sama sekali. Dengan demikian bank Islam akan dapat menjadi pendukung kebijaksanaan moneter yang andal.
- Bank syariah lebih mandiri dari pengaruh gejolak moneter baik dari dalam maupun luar negeri.
- Persaingan antar bank syariah berlaku secara wajar yang ditentukan oleh keberhasilan dalam membina nasabah dengan profesionalisme dan pelayanan yang terbaik.
- Tersedianya fasilitas kredit kebajikan (al qardul hasan) yang tidak membebani nasabah dengan biaya apapun kecuali biaya yang dipergunakannya sendiri seperti bea meterai, biaya akte notaris, dan biaya studi kelayakan.
- Kelemahan Bank Islam
- Pada awal berdirinya bank syariah akan mendapat dukungan besar dari umat Islam sehingga mengalami kelebihan likuiditas yang besar. Hal ini disebabkan juga oleh keterbatasan bank syariah dalam beroperasi karena setiap produk yang ditawarkan harus melalui persetujuan Dewan Pengawas Syariah sehingga kelebihan likuiditas tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk meraih keuntungan. Akibatnya bagi hasil yang akan diberikan kepada penyimpan dana pada awal beroperasinya relatif kecil dari tingkat bunga bank konvensional.
- Bank Syariah terlalu berprasangka baik kepada semua nasabahnya dan berasumsi bahwa semua orang yang terlibat dalam bank Islam adalah jujur. Dengan demikian bank Islam sangat rawan terhadap mereka yang beritikad tidak baik, sehingga diperlukan usaha tambahan untuk mengawasi nasabah yang menerima pembiayaan dari bank Islam.
- Sistem bagi hasil memerlukan perhitungan-perhitungan yang rumit terutama dalam menghitung bagian laba nasabah yang kecil-kecil dan yang nilai simpanannya dibank tidak tetap. Dengan demikian kemungkinan salah hitung setiap saat bisa terjadi sehingga diperlukan kecermatan yang lebih besar dari bank konvensional.
- Keberadaan bank syariah yang membawa misi bagi hasil yang adil, maka bank syariah lebih memerlukan tenaga profesional yang andal dari pada bank konvensional. Kekeliruan dalam menilai proyek yang akan di biayai bank dengan sistem bagi hasil mungkin akan membawa akibat yang lebih besar dari pada yang dihadapi bank konvensional yang hasil pendapatannya sudah tetap dari bunga.
- Laporan Keuangan Bank
Perbankan merupakan industri yang tergolong dalam industri kepercayaan dan bagian dari sistem moneter yang mempunyai kedudukan yang strategis sebagai lembaga penunjang perekonomian nasional. Oleh karena itu, pemerintah telah menetapkan berbagai syarat atau ketentuan bagi industri perbankan sejak permohonan izin pada awal pendirian, persyaratan calon pengelola serta ketentuan-ketentuan operasional yang berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudential regulation) dalam melakukan kegiatan usaha bank. Kesemuanya itu, dimaksudkan agar bank dapat memelihara kepentingan masyarakat serta menunjang pemeliharaan stabilitas moneter dan agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat mengikuti perkembangan usaha bank, diperlukan informasi keuangan bank yang dapat memberikan gambaran mengenai keadaan bank secara wajar. Penyajian laporan keuangan bank syariah harus didasarkan pada asumsi dan prinsip akuntansi syariah. Menurut PSAK No. 59 tahun 2002 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), bahwa:
“Laporan keuangan bank syariah terdiri atas perangkat-perangkat laporan keuangan sebagai berikut:
- Laporan posisi keuangan (neraca)
- Laporan laba rugi
- Laporan arus kas
- Laporan perubahan modal atau laporan laba ditahan
- Laporan perubahan investasi terikat
- Laporan sumber dan penggunaan dana Zakat, Infaq dan Sadaqah
- Laporan sumber-sumber dan penggunaan dana qardhul hasan”.
Tujuan laporan keuangan bank syariah pada dasarnya sama dengan tujuan laporan keuangan secara umum yaitu menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan. Namun, laporan keuangan bank syariah memiliki beberapa tujuan tambahan yaitu:
- Informasi mengenai kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, pendapatan dan pengeluaran yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dan bagaimana pendapatan tersebut diperoleh
- Informasi untuk membantu pihak terkait dalam menentukan zakat bank atau pihak lainnya
- Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan bank terhadap tanggung jawab amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang rasional, serta tingkat keuntungan investasi yang diperoleh pemilik dan pemilik investasi.
- Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank, termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat.
- Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio merupakan bentuk atau cara yang umum digunakan dalam analisis laporan keuangan untuk mengukur kekuatan atau kelemahan yang dihadapi perusahaan dibidang keuangan. Rasio merupakan alat yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan tertentu antara faktor yang satu dengan faktor yang lain dari suatu laporan keuangan. Rasio dapat dihitung berdasarkan laporan keuangan yang telah tersedia yang terdiri dari:
- Neraca (balance sheet), yang menunjukan posisi keuangan peruasahaan pada suatu saat.
- Laba rugi (income statement), yang merupakan laporan operasi perusahaan selama periode tertentu.
Tujuan dari analisis rasio adalah membantu manajer keuangan dalam memahami apa yang perlu dilakukan oleh perusahaan berdasarkan informasi yang tersedia yang sifatnya terbatas berasal dari laporan keuangan. Dalam buku yang berjudul Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan menyebutkan bahwa:
“Rasio-rasio keuangan perbankan dapat diklasifikasikan menjadi 5 (lima) kelompok rasio, yaitu:
- Rasio likuiditas
- Rasio rentabilitas
- Rasio risiko usaha bank
- Rasio permodalan
- Rasio efisiensi usaha”
(Agnes Sawir, 2003: 28)
- Likuiditas Bank
- Pengertian Likuiditas
Pengertian likuiditas dapat dilihat secara statis ataupun secara dinamis. Statis berarti tersedianya alat-alat likuid sebagai suatu persediaan yang harus selalu ada sekarang yang dinamakan stock concept. Dinamis berarti tidak mengandalkan persediaan alat likuid sebagai suatu persediaan alat-alat likuid atau yang segera dapat dikonversikan ke dalam alat-alat likuid dengan mengantisipasikan kewajiban keuangan yang akan tiba dan bersamaan dengan itu juga memproyeksikan alat-alat likuid yang akan masuk, baik yang berasal dari kegiatan operasional maupun dari perluasan kredit yang dinamakan flow concept.
Secara lebih spesifik pengertian likuiditas dalam buku yang berjudul Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank, disebutkan bahwa
“Likuiditas ialah kesanggupan bank menyediakan alat-alat lancar guna membayar kembali titipan yang jatuh tempo dan memberikan pinjaman (loan) kepada masyarakat yang memerlukan”.
(O.P. Simorangkir, 2000:141)
Sedangkan menurut PSAK No. 31 tahun 2002 Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan bahwa
“Likuiditas menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya kepada semua pihak sewaktu-waktu dapat menarik atau mencairkan simpanan dan komitmen lainnya”.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa pengertian likuiditas, yaitu kesanggupan dari bank dalam menyediakan alat-alat lancarnya untuk memenuhi kewajiban baik kepada deposan yang mau mengambil titipannya maupun kepada debitor yang memerlukan pinjaman. Selain itu, kita juga dapat membedakan likuiditas dalam menghadapi penarikan titipan yang ditanamkan (deposit liquidity) dan likuiditas dalam proyeksi pemberian pinjaman yang disebut portfolio liquidity. Kedua bentuk likuiditas ini sangat peka terhadap kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu baik deposit liquidity maupun portfolio likuidity, keduanya sama pentingnya dan harus dikelola secara seimbang.
- Tata Cara Pengelolaan Likuiditas bank
Ada 4 (empat) cara mengelola likuiditas, yaitu sebagai berikut:
- Commercial Loan Theory
Menurut teori ini likuiditas akan terjamin selama hartanya berwujud pinjaman jangka pendek yang dapat dicairkan dalam masa transaksi perdagangan yang normal. Hendaknya pinjaman diberikan untuk jangka pendek, seperti membiayai modal kerja atau usaha dagang yang pengembaliannya dijamin.
- Shiftability Theory
Teori ini berpendapat bahwa tingkat likuiditas dapat dipertahankan apabila bank memiliki kekayaan (asset) yang mudah dijual untuk memperoleh alat-alat likuid. Salah satu bentuk kekayaan yang mudah dijual dalam bentuk kas adalah surat-surat berharga yang marketable.
- Anticipated Income Theory
Teori ini menyatakan bahwa masalah likuiditas bank sebenarnya dapat direncanakan. Kalau sesuatu dapat direncanakan berarti masalahnya dapat dipecahkan dengan baik, tidak perlu dikhawatirkan. Likuiditas bank selalu dapat dipertahankan jika pengembalian pinjaman dari debitor dilaksanakan tepat waktu. Teori ini lebih menekankan kepada likuiditas yang dinamis dan luas. Dijelaskan bahwa pengembalian pinjaman ataupun deposan lebih baru yang menitipkan uangnya membuat bank lebih likuid.
- Liability Management Theory
Teori ini mengemukakan bahwa likuiditas dapat dijamin di pasar uang demi memenuhi kekurangan dana likuiditas. Dalam arti luas pasar uang meliputi pinjaman dari bank sentral dan bank-bank umum. Teori ini menitikberatkan pada kewajiban (liability) dan ketiga teori sebelumnya meninjau dari segi kekayaan (asset)
Pertamax
BalasHapus